Sunday 17 March 2013

Pande Tamblingan.




Pande Tamblingan.
Tirta Yatra Napak Tilas ke Situs Pande Jaman Bali Kuno

Disusun oleh 
Made Kembar Kerepun
Penasehat Maha Semaya Warga Pande 

I. Raja -Raja Bali Pada Jaman Bali Kuno

Karena kita akan membahas keberadaan kelompok atau komunitas Pande pada masa Bali Kuno, kita perlu memahami terlebih dulu apa yang dimaksud dengan jaman Bali Kuno dan siapa saja raja - raja yang memerintah pada jaman itu.
Jaman atau periode Bali Kuno adalah Periode dalam sejarah Bali  yang meliputi kurun waktu selama kurang lebih 3 (tiga) abad lamanya, dari abad X s/d abad XIII, yang terakhir dengan penaklukan Bali oleh Majapahit pada tahun 1343
Berdasarkan prasasti yang berhasil diketemukan sampai dengan saat ini ada 23 (dua puluh tiga) raja yang pernah memerintah di Bali pada Jaman Bali Kuno.

Berturut turut raja raja itu adalah sebagai berikut
  1. Sri Kesari Warmadewa , (Saka 835/ Masehi 914)
  2. Sang Ratu Ugrasena , ( Saka 837-864/Masehi 915-942)
  3. Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa (Saka 877-889/Masehi 955- 967)
  4. Jayasingha Warmadewa (Saka 882/Masehi 960)
  5. Sang Ratu Sri Jayasadhu Warmadewa (S 897/M 975)
  6. Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (S 905/M 983)
  7. Sri Gunapriyadharmapatni, bersama suaminya Sri Dharmodayana Warmadewa (S911-923/M989-1001)
  8.  Sang Ratu Sri Adnyani (S 938/M 1016)
  9. Paduka Haji Sri Dharmawangsawardhana Marakatapangkajasthanottunggadewi (S944-947/M 1022-1025)
  10. Paduka Haji Anak Wungsu (S971-999/M 1049-1077)
  11. Sri Maharaja Sri Walaprabhu (S1001-1010/M 1079-1088)
  12. Paduka Sri Maharaja Sri Sakalendukirana Isana Gunadharma Laksmidara Wijayottunggadewi (S1010-1023/M 1088-1101)
  13. Paduka Haji Sri Maharaja Sri Suradhipa (S1037-1041/M 1115-1119)
  14. Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti (S1055-1072/M 1133-1150)
  15. Paduka Sri Maharaja Sri Ragajaya (S 1077/ M 1155)
  16. Paduka Sri Maharaja Sri Jayapangus (S1099-1103/M 1177-1181)
  17. Paduka Sri Maharaja Haji Ekajaya Lancana (S1122/M 1200)
  18. Bhatara Prameswara Sr i Wirama atau Sri Dhanadirajalancana (S1126/M 1204)
  19. Bhatara Prameswara Hyang Ning Hyang Adidewa Lamcana (S1182/M 1260)
  20. Raja Patih Kebo Parud (S1218-1222/M 1296-1309)
  21. Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmottungga Warmadewa  (S1246-1247/M1324-1325)
  22. Paduka Bhatara Sri Wijayakrtaningrat (S1250/M 1326)
  23. Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratnabhumibanten (S1259-1337/M1437-1415)   
Semua Raja Raja itu menerbitkan Prasasti diatas lempengan tembaga yang terkenal dengan istilah Tambra prasasti yang mampu bertahan berabad abad, berbeda degan Raja Raja Gelgel dan Raja Raja Bali kemudian, yang biasanya membuat prasasti yang terkenal dengan istilah babad, yang ditulis diatas daun rontal yang dikenal dengan sebutan ripta prasasti. Karena ditulis diatas daun rontal, babad- babad di Bali yang terbit sejak jaman Gelgel cepat rusak

Disamping perbedaan bahan bakunya, prasasti raja raja Bali Kuno jauh lebih jelas isinya karena dalam kebanyakan prasasti itu dengan jelas dikemukakan nama raja yang menerbitkannya. Demikian pula dengan jelas dicantumkan hari tanggal, hari pasaran, Wuku, hari purnama atau tilem, dan tahun Saka diterbitkannya prasasti itu. Dalam Prasasti itu disebutkan pula siapa yang penulisnya. Dalam prasasti raja raja Bali Kuno biasanya terdapat kutukan atau Sapata yang ditimpakan bagi mereka yang melanggar isinya.
BERSAMBUNG II Pande pada Jaman Bali Kuno

Prasasti Tamblingan, Pura Endek (4)

Prasasti Tamblingan, Pura Endek
(bagian IV)



Apabila ada kelompok seniman datang dan pentas di desa Tamblingan seperti seniman tari, tabuh, topeng, badut, lawak, wayang supaya diberi upah dalam jumlah tertentu. Jika di desa Tamblingan ada perkumpulan penabuh, penyanyi dalam jumlah tertentu. Akan tetapi bila perkumpulan Salunding wesi dan galunggang ptung tidak dipunguti iuran. Kelompok kelompok seniman ini bila pentas di desa lain tidak dipungut biaya perjalanan


Penduduk Desa Tamblingan diperkenankan bekerja di desa lain dan ia harus membayar kepada Samgat Taji 2 ma 2 ku, pamli 1 ku. Apabila bekerja di wilayah Desa Tamblingan juga wajib membayar 1 ma 1 ku. Penduduk diperkenankan mengerjakan tanah, membuat jaring jaring air disekitar tempat suci seperti kahyangan, katyagan, patapan, sima, silunglung, sala, pangalumbigian akan tetapi mereka wajib memelihara dan melaksanakan upacara di tempat - tempat suci tersebut

Diamanatkan penduduk Desa Tamblingan agar tidak melakukan tindak pidana atau tindak kekerasan seperti mencuri, merampok, merampas, mengamuk, membegal, aneluh, meracun, bertindak durhaka. Tindakan seperti itu merupakan dosa besar yang mengakibatkan harta dan rumahnya lenyap. Kekayaan tersebut dihaturkan atau menjadi milik Hyang Api di Tngah Mel.

Apabila ada yang berhutang mengungsi ke Tamblingan, penduduk desa wajib memberi perlindungan, jangan dipakai bahan pembicaraan, jangan disiksa, ditawan dan jangan dipukul dengan duri kaktus, sepanjang yang berhutang mau membayar hutangnya 4 ma setahun. Begitu pula bila ada penduduk Desa Tamblingan salah jalan memperistri turunan Brahmana, Hunjeman, Keling ia harus membayar pamucuk 1 ma 1 ku.

Keputusan prasasti ini disyahkan  dan disaksikan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Paripurna Kerajaan yang terdiri atas pemuka agama Siwa dan Budha, para senapati Rakyan Patih, Para senapati, Samgat, Samgat Caksu, Samgat Juru termasuk pula sekretaris Kerajaan.

Untuk menguatkan keputusan ini secara niskala dimohonkan kekuatan, upasaksi, dan kutukan kepada para leluhur, Dewa dewa, Bhatara, Butha, Kala, Yaksa, Pisaca, Preta, Gandarwa, mahluk mahluk halus lain, kekuatan alam apabila ada orang yang berani melanggar keputusan ini dari golongan manapun supaya selamanya ditimpa malapetaka termasuk keluarga dan keturunannya.

Pada bagian akhir prasasti ditentukan batas batas wilayah Desa Tamblingan.

I Gusti Made Suarbhawa 
(Balai Arkeologi Denpasar)

Catatan    
Prasasti Tamblingan, Pura Endek V Dikeluarkan oleh Raja Suradhipa tahun 1041 Saka (1119 M )
Lembar 12 a baris 5 disebutkan,.... lawan yan hana salunding wsi, galunggang ptung ri thaninya kapwa tan kna drawyahaji...

Prasasti Tamblingan, Pura Endek (3)

Prasasti Tamblingan, Pura Endek
(bagian III)


I S I  

Pada tahun Saka 1041 (1119 Masehi) bulan Phalguna (Kawolu) tanggal 12 paro terang Was, Umanis, Kamis, Wuku Sinta, itulah saatnya penduduk Tamblingan sewilayah desanya yang diwakili oleh para sesepuh desa (Rama Kabayan) berjumlah 12 orang, dan ketua kelompok (Jumpung) yang bernama Jiwatah, sekretaris (Manyuratang) bernama Dandina, pemuka agama yaitu Pendeta Dalesa serta dipimpin atau dipandu oleh Samgat Taji bernama Namagawatah menghadap kepada Paduka Sri Maharaja Sri Suradhipa melalui perantaraan para pejabat Majelis Permusyawaratan Paripurna Kerajaan terutama para senapati dan para pemuka agama Siwa dan Buddha.

Adapun sebab penduduk desa Tamblingan menghadap Raja bermaksud menyampaikan keadaan mereka yang diminta memperbaiki benteng di Manasa termasuk gapura, puncagiri (bangunan besar), wanteyan (bangunan untuk pertahanan) karena saat itu Manasa rusak akibat perampokan. Hal itu selalu dijadikan bahan pembicaraan  dan tuntutan para pejabata di Manasa, serta masyarakat Tamblingan disuruh kerja bakti di Manasa. Hal ini merupakan beban pikiran dan mohon kepada Raja supaya dikembalikan sebagaimana keadaan semula tidak dikenai pekerjaan yang satu ini. Bagi mereka akan sangat bermanfaat apabila wacana dan tuntutan diatas dihentikan.

Berdasarkan hal itu maka turunlah perintah / keputusan Sri Maharaja kepada penduduk desa Tamblingan bahwa mereka tidak diwajibkan kerja bakti memperbaiki benteng, pintu, puncagiri, wantean di Manasa, dan tidak boleh dipermasalahkan oleh para pejabat di Manasa.

Sebagai konsekwensi dari keputusan ini masyarakat wajib membayar pajak, iuran, punjutan dan yang semacam itu pada waktu dan jumlah tertentu. Dibalik itu mereka juga bebas dari beberapa kewajiban, membayar pajak, iuran pungutan cukai tertentu

Segala bentuk kewajiban dan hal yang dibebaskan  tercantum dalam prasasti. Beberapa pungutan yang mesti dibayar antara lain karundung tunggal, palbur 4 masaka, pacaksu 2 ku, pajak usaha ternak skala besar 6 su, pajak usaha ternak skala kecil 4 ma su, pajak pembelian sapi, kerbau dibayar kepada Samgat Hulu Gajah, dll.

Penduduk Desa Tamblingan bebas dari beberapa iuran ataupun pungutan antara lain seperti : pangiuk, pangleye, palaris, papilih mas, pabhumi, petri, pawsi, tali karundung, palalung, pasasumpat, patuwuh, padangsil, pasmat, pajejekan, pasawung dangsil, dan lain lain.

Apabila  ada kuda, kerbau, sapi, babi, kambing mati di sawah, tegal pagagan di daerah Tamblingan cukup disampaikan kepada tetangga, akan tetapi bila ada lembu, ular sawah, terlebih lebih manusia yang mati harus dilaporkan kepada pejabat. Selanjutnya apabila penduduk Tamblingan menjumpai orang mati tenggelam di danau tidak usah melapor pada Raja, akan tetapi tiga hari setelah peristiwa itu penduduk wajib melaksanakan caru prayascita.

Demikian pula apabila ada turunan bangsawan ataupun kerabat bangsawan bertempat tinggal di Tamblingan beliau tidak diwajibkan melaksanakan penjagaan desa tetapi tiap tahun wajib membayar pajak rot.

Saturday 16 March 2013

Prasasti Tamblingan, Pura Endek (2)

Prasasti Tamblingan, Pura Endek
(bagian II)


Prasasti Kelompok I (Ugrasena)

Dikeluarkan oleh Raja Ugrasena pada tahun Saka 844 atau 922 Masehi. Berkenaan dengan perbaikan Hyang Tahimuni di Tamblingan. Disebutkan pula pejabat - pejabat kerajaan, dan jabatan Juru Pande. Selain itu disebut pula pembuatan Baju besi


Prasasti Kelompok II (Ugrasena)

Disebut beberapa pejabat kerajaan pada masa pemerintahan Raja Ugrasena. Selain itu disebut beberapa iuran dalam bentuk barang maupun dalam bentuk uang


Prasasti Kelompok III (Ugrasena)

Prasasti type Yumu Pakatahu ini dikeluarkan oleh Raja Ugrasena ditujukan kepada sekelompok penduduk di Tamblingan yang merupakan pemuja Siwa (Jumpung Siwa). Dalam prasasti antara lain disebutkan apabila ada pejabat kerajaan yang datang kedesanya supaya dijamu dengan nasi 5 lamak dengan 3 ekor ayam. Demikian pula disebutkan kewajiban masyarakat Tamblingan membayar iuran dalam bentuk barang dan uang dengan jumlah tertentu pada hari hari tertentu pula.

Prasasti Kelompok IV (Udayana)

Prasasti dikeluarkan pada tanggal 11 paro gelap (Pangelong 11) Paniron, Pahing, Sukra wuku Dukut tahun ----. Sebab sebab prasasti dikeluarkan karena permohonan beberapa pemuka masyarakat Tamblingan, mereka mohon agar diperkenankan mengganti prasasti lontar mereka yang sudah rusak, yang selanjutnya agar diganti dengan prasasti tembaga. Keputusan proses penggantian prasasti dari lontar ke tembaga disahkan dan disaksikan dalam persidangan Majelis Permusyawaratan Paripurna Kerajaan (Pakirakiran i jro makabehan) yang terdiri beberapa unsur dan tingkatan pejabat.

 Prasasti Kelompok V (Sri Maharaja Sri Suradhipa)

Jumlah   : 15 lempeng
Lempeng 2 - 14 ditatah / ditulisi aksara pada kedua sisi (halaman) masing masing lima baris aksara Jawa Kuna. Lempeng pertama ditulisi lima baris aksara pada satu sisi yaitu sisi b, dan lempeng 15 tiga baris aksara pada sisi a (depan).

ISI

 
  

Prasasti Tamblingan Pura Endek

Prasasti Tamblingan, Pura Endek

Oleh : I Gusti Made Suarbhawa
(Balai Arkeologi Denpasar)

Prasasti yang ditemukan di Pura Endek, Tamblingan terdiri atas 18 lempeng prasasti ( 15 lempeng utuh, 3 lempeng fragmen besar dan beberapa fragmen kecil). Lempengan - lempengan ini diduga terdiri dari lima kelompok prasasti yaitu fragmen besar I yang terdiri atas 19 baris aksara Bali Kuno dan menggunakan Bahasa Bali Kuna merupakan dua buah prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Ugrasena. Baris 1 sampai dengan pertengahan baris 8 dikeluarkan pada tahun 844 Saka atau 922 masehi. Untuk selanjutnya disebut Prasasti Tamblingan, Pura Endek I.

Dari pertengahan baris 8 sampai dengan baris 19 dan dilanjutkan dengan fragmen besar II dari baris satu sampai dengan baris 6 juga dikeluarkan oleh Raja Ugrasena (tanpa angka tahun), selanjutnya disebut Prasasti Tamblingan, Pura Endek III.

Baris ke 7 sampai dengan baris 20 ditulisi aksara Bali Kuno dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dikeluarkan oleh pasangan raja suami istri Sri Gunapriya Dharmapatni dan Sri Dharmodayana,  
selanjutnya disebut Prasasti Tamblingan, Pura Endek III.

Lempengan fragmen besar III yang terdiri atas 11 baris aksara Bali Kuno dan menggunakan bahasa Bali Kuno merupakan satu prasasti yang juga dikeluarkan oleh Raja Ugrasena, yang  selanjutnya disebut Prasasti Tamblingan, Pura Endek II.

15 lempeng prasasti utuh, selanjutnya disebut  Prasasti Tamblingan, Pura EndekV, dikeluarkan oleh Raja Suradhipa tahun 1041 Saka.

Ukuran Prasasti

- Ugrasena (Tamblingan Pura Endek I, III)
   Panjang   : 31 cm
   Lebar      : 22 cm
   Tebal       : 1   mm

- Udayana (Tamblingan Pura Endek IV)
   Panjang   :  40 cm
   Lebar      :  23 cm
   Tebal       :  1,1 mm

- Suradhipa (Tamblingan Pura Endek V)
   Panjang   : 43 cm
   Lebar      : 9,1 cm
   Tebal       : 2,5 mm